Sejarah Kepanduan Indonesia (Tahun 1945 - 1961)




Masa Kemerdekaan & Masa Revolusi
  • Tahun 1945,   Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan,  para  tokoh organisasi kepanduan  berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja untuk menyelenggarakan konggres pembentukan satu wadah organisasi Kepanduan Indonesia.
  • Kongres dimaksud terselenggara pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh kepandauaan saat itu dan  dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti". Pemerintah RI kemudian mengakui Organisasi Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepanduan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan  No.93/Bag. A, tanggal  1 Februari 1947.
  • Tahun 1947,  tepatnya tanggal 22 Agustus 1947 Pandu Rakyat Indonesia membentuk Kwartir Besar Pandu Putri  sejajar dengan Kwartir Besar Putra.
  • Tahun 1948,  merupakan masa-masa tersulit bagi pucuk pimpinan Organisasi Pandu Rakyat Indonesia karena suasana revolusi mempertahankan kemerdekaan dari keinginan Belanda untuk berkuasa kembali. Salah satu peristiwa yang menyedihkan adalah terbunuhnya seorang pandu bernama Soeprapto yang ditembak oleh tentara Belanda. Saat itu yang bersangkutan sedang ikut memperingati HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1948  dengan menyelenggarakan malam api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Seoprapto gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan kecintaannya pada Ibu Pertiwi.
  • Tahun 1950,  Setelah masa perjuangan bersenjata berakhir, pada tanggal 20 – 22 Januari 1950  Pandu Rakyat Indonesia berhasil mengadakan Kongres II di Yogyakarta yang memutuskan  memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas Organisasi Kepanduannya  masing-masing. Keputusan ini menandai era baru bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi Kepanduan di Indonesia.  Pemerintah menguatkan keputusan tersebut dengan menerbitkan SK Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaann  nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 yang mencabut  pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia.
  • Sebagai konsekuensi dari era baru di atas maka kemudian lahir banyak organisasi kepanduan di Indonesia. Dari sekian banyak organisasi kepanduan yang dibentuk, tidak sedikit  diantaranya yang merupakan “onderbouw” dari partai politik yang ada  pada kala itu. Keadaan ini menjadikan kepanduan di Indonesia  tidak lagi sehat, karena mengingkari sifatnya yang a politis dan menjunjung persatuan dan kesatuan. Pada saat itu organisasi kepanduan justru menjadikan anak-anak Indonesia  terkotak-kotak dengan mengibarkan kesetian  kepada partai politik yang membawahinya dan tidak lagi mengutamakan kesetiaan pada bangsa dan tanah airnya.   
  • Tahun 1951,  tepatnya pada tanggal 16 September 1951  wakil-wakil Kepanduan di Indonesia  kembali bermuyswarah untuk membentuk satu wadah federasi kepanduan Indonesia yang disebut dengan   Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO). Pemrakarsa musyawarah ini adalah Wakil Pengurus Besar dan Kwartir dari organisasi-organisasi kepanduan diantaranya : Pandu Rakyat  Indonesia, Pandu Islam Indonesia,  Perserikatan Pandu-pandu, Pandu Katholik, Peserikatan Pandu Tionghoa,  Sarwa Wirawan, Hisbul Withon, Kepanduan Al Irsyad, Kepanduan Angkatan  Muda Islam, Pandu Ansor, Pandu Kristen Indonesia, Serikat Islam Angkatan Pandu, Pandu Alwashilijah.
  • Pada musyawarah tersebut ditetapkan Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO)   diakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan dan disahkan menjadi Badan Hukum dengan Surat Keputusan Kementrian  Kehakiman tanggal 22 Februari 1952 No. J.A.5/33/6. Pengakuan tersebut  juga diberikan oleh Kementrian   Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Meski demikian IPINDO bukan merupakan organisasi yang bersifat tunggal melainkan hanya merupakan sebuah federasi bagi Organisasi Kepanduan Putra. Hal itu karena Di samping IPINDO terdapat pula pula dua  federasi organisasi kepanduan putri yaitu  POPPINDO (Persatuan Pandu Putri Indonesia) dan PKPI (Persatuan Kepanduan Putri Indonesia). 
  • Ketiga federasi kepanduan tersebut  di atas kemduian membentuk satu wadah dalam satu federasi yang diberi nama PERKINDO dengan jumlah seluruh anggota kurang lebih 500.000 orang, dari 60 organisasi. Meski demikian selain PERKINDO, organisasi-organisasi kepanduan yang menjadi “onderbouw” partai politik tetap berada dibawah masing-masing partai politik pendirinya. Mereka  tetap berhadap-hadapan berlawanan satu sama lain dan tidak mau bergabung dalam PERKINDO.  Hal inilah yang menjadikan persatuan kepanduan Indonesia dalam PERKINDO masih dianggap  lemah.
  • Tahun 1955, bersamaan  dengan peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 IPINDO  menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu Jakarta, berlangsuang dari  tanggal 10 sampai dengan 20 Agustus.
  • Tahun 1957 IPINDO sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957. Seminar Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan November 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".
  • Tahun 1959  PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut “Desa Semanggi” bertempat di Ciputat. Pada tahun 1959 ini juga IPINDO mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
  • Tahun 1960  Ditengah belum mampunya PERKINDO sebagai fedarasi bagi seluruh organisasi kepanduan yang ada di Indonesia,  kehidupan organisasi  kepanduan Indonesia menjadi lebih rancu lagi dengan lahinya Kepanduan  Putra Indonesia (KPI) yang menjadi “onderbouw” Partai Komunis  Indonesia (PKI). Padahal jika ditinjau dari prinsip filosofinya maka gerakan kepanduan sebenarnya tidak mungkin dapat menjadi “onderbouw” Partai Komunis Indonesia yang memiliki prinsip filosofi berbeda dengan gerakan kepanduan. Bersamaan dengan lahirnya KPI  di Indonesia juga lahir gagasan untuk membentuk Gerakan Pionir Muda, seperti yang terdapat di negara-negara komunis. Gerakan ini ditentang oleh para tokoh Organisasi Kepanduan Nasional saat itu.
  • Ulah berbagai partai politik yang tetap mempertahankan  organisasi kepanduan sebagai “onderbownya” telah  menjadikan keinginan untuk menyatukan organisasi kepanduan dalam satu wadah menjadi sangat sulit.  Bahkan dalam    realisasinya oraganisasi kepanduan nasional Indonesia pada tahun 1961 terpecah belah menjadi 100 organisasi kepanduan. 
  • Namun demikian selalu terjadi keunikan  dalam perjalanan sejarah Kepanduan   Indonesia, yaitu  terdapat kecenderungan untuk terpecah belah menjadi    banyak organisasi, namun dalam saat yang sama selalu  selalu muncul keinginan dan upaya untuk bersatu.
  • Tahun 1961, Gerakan penentangan terhadap pendirian Gerakan Pioner Muda oleh PKI telah menyatukan tokoh-tokoh Kepanduan saat itu. Pada tanggal 9 Maret 1961 para Pemimpin Pandu yang mewakili organisasi-organisasi kepanduan nasional Indonesia yang ada, dipimpinan Pandu Agung Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX  menghadap Bung Karno memohon agar bersedia  mengamanatkan kepada  semua organisasi kepanduan yang ada untuk meleburkan diri dalam satu wadah organisasi kepanduan nasional, yaitu satu Organisasi  Kepanduan Nasional yang berdasarkan Pancasila yang isi dan arah kegiatannya sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara yang sedang membangun  mengisi cita-cita kemerdekaan  17 Agustus 1945.
  • Permohonan dari para pimpinan Gerakan Kepanduan di atas disetujui oleh  Bung Karno selaku selaku Presiden Republik Indonesia. Beliau mengamanatkan kepanduan yang  harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti,  seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut  Pramuka. 


Sumber :
Buku, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta, tahun 1987.

Catatan :
Diresume untuk kepentingan "ensiklopedia pramuka"


Lebih baru Lebih lama