Siti Hartinah atau Ibu Tien Soharto lahir di Desa Jaten pada tanggal 23 Agustus 1923 dari pasangan RM Soemoharjomo dan R. Aj. Hatmanti. Ia merupakan anak kedua dari 10 bersaudara. Beliau meninggal di Jakarta, Minggu 28 April 1996 Dimakamkan di Astana Giribangun, Surakarta Ibu Tien menikah dengan Pak Harto, pada tanggal 26 Desember 1947.
Ibu Tien Menghabiskan masa remaja di Wonogiri dan berhasil menyelesaikan sekolahnya di HIS.
Pada waktu itu jarak antara rumah dengan sekolah sekitar 5 Km, untuk mencapai sekolah, ia dan kakaknya selalu naik andong. Selama bersekolah ia selalu memakai kebaya, bukan memakai rok. Hanya pada kegiatan kepanduan ia diijinkan oleh ayahnya untuk memakai rok seragam JPO (Javaanche Padvinder Organisatie). Ibu Tien remaja sangat rajin mengikuti latihan-latihan di kepanduan di JPO, oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam dirinya tumbuh tunas-tunas idealisme yang terus berkembang. Fungsi kepanduan yang universal berupa pembinaan budi pekerti, watak, dan karakter sejak usia muda, disiplin dan solidaritas serta tolong menolong, saling hormat menghormati serta saling menyayangi sangat melekat pada diri Siti Hartinah remaja hingga dewasa.
Pada saat menjadi Ibu Negara, Ibu Tien sangat memberikan perhatian dan dukungan kepada Gerakan Pramuka. Beliau beberapa kali menjabat Waka Kwarnas Gerakan Pramuka pada masa bakti 1970 - 1974, 1974 - 1978, 1978 - 1983, 1983 - 1988 dan 1988 - 1993
Salah satu karya Ibu Tien Soeharto untuk Gerakan Pramuka adalah mendorong agar lahan seluas ± 210 hektar di Cibubur Jakarta Timur yang sebelumnya adalah perkebunan karet menjadi bumi perkemahan bagi anggota pramuka di tanah air. Upaya itu tidak sia-sia, karena lokasi ini kemudian menjadi tempat berkemah dengan fasilitasnya yang terbesar di Asia Pasifik.
Karya lain Ibu Tien untuk Gerakan Pramuka adalah prakarsanya membangun gedung Kwartir Nasional yang lama menjadi Gedung Baru berlantai tujuh belas yang megah yang hingga saat ini menjadi kantor pusat
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Ibu Tien Menghabiskan masa remaja di Wonogiri dan berhasil menyelesaikan sekolahnya di HIS.
Pada waktu itu jarak antara rumah dengan sekolah sekitar 5 Km, untuk mencapai sekolah, ia dan kakaknya selalu naik andong. Selama bersekolah ia selalu memakai kebaya, bukan memakai rok. Hanya pada kegiatan kepanduan ia diijinkan oleh ayahnya untuk memakai rok seragam JPO (Javaanche Padvinder Organisatie). Ibu Tien remaja sangat rajin mengikuti latihan-latihan di kepanduan di JPO, oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam dirinya tumbuh tunas-tunas idealisme yang terus berkembang. Fungsi kepanduan yang universal berupa pembinaan budi pekerti, watak, dan karakter sejak usia muda, disiplin dan solidaritas serta tolong menolong, saling hormat menghormati serta saling menyayangi sangat melekat pada diri Siti Hartinah remaja hingga dewasa.
Pada saat menjadi Ibu Negara, Ibu Tien sangat memberikan perhatian dan dukungan kepada Gerakan Pramuka. Beliau beberapa kali menjabat Waka Kwarnas Gerakan Pramuka pada masa bakti 1970 - 1974, 1974 - 1978, 1978 - 1983, 1983 - 1988 dan 1988 - 1993
Salah satu karya Ibu Tien Soeharto untuk Gerakan Pramuka adalah mendorong agar lahan seluas ± 210 hektar di Cibubur Jakarta Timur yang sebelumnya adalah perkebunan karet menjadi bumi perkemahan bagi anggota pramuka di tanah air. Upaya itu tidak sia-sia, karena lokasi ini kemudian menjadi tempat berkemah dengan fasilitasnya yang terbesar di Asia Pasifik.
Karya lain Ibu Tien untuk Gerakan Pramuka adalah prakarsanya membangun gedung Kwartir Nasional yang lama menjadi Gedung Baru berlantai tujuh belas yang megah yang hingga saat ini menjadi kantor pusat
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Salah satu pandangan Ibu Tine Suharto tentang pendidikan Pramuka adalah :
"... dalam usaha pembangunan jangka panjang, pendidikan bagi remaja-remaja putri kita akan sangat menentukan keberhasilan dan keselamatan kita dalam melaksanakan dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu. Ibu-ibu yang baik akan tumbuh dari remaja-remaja putri yang baik. Dan ibu-ibu yang baik akan mungkin melahirkan putera-putera yang baik. Mengenai pentingnya pendidikan kaum wanita umumnya dan remaja puteri khususnya, saya ingin mengulang pendapat, yang walaupun kedengarannya agak berlebih-lebihan tetapi ada baiknya kita renungkan. Pendapat itu mengatakan, bahwa mendidik seorang laki-laki hanya berarti mendidik satu orang, akan tetapi mendidik seorang wanita, berarti mendidik satu keluarga. Karena itu saya rasa pendidikan Pramuka Puteri ini sungguh-sungguh perlu kita perhatikan ...."
(Kutipan Prasaran Ibu Tien Suharto, selaku Waka Kwarnas pada Mukernas Gerakan Pramuka,
tanggal 12 April 1976 di Jakarta).
Print this page